Sabtu, 23 Januari 2010

MENINGKATKAN SEKOLAH YANG KONDUSIF

Tidak dapat disangkal, bahwa sekolah merupakan sebuah komunitas. Dalam persfektif Sosio Antopologis sebuah komunitas memiliki ciri dan karakter yang permanent, lokalitor, norma-norma, interaksi social, waktu yang relatip permanent, budaya dan tujuan yang sama. Sekolah sebagai sebuah komunitas , disamping memiliki cirri-ciri formal juga harus menampakkan ciri substansialnya sebagai pengembangan ilmu dan pembentukan karakter. Sangatlah ironis jika ada sekolah atau lembaga pendidikan yang tidak mencerminkan semangat belajar, etos kerja keras, budaya baca, kreativitas, orientasi mutu dan budaya apresiasi. Oleh karena itu perlu penegasan akan urgesitas penciptaan iklim atau budaya sekolah sebagai prakondisi bagi lahirnya kinerja sekolah atau pendidikan yang optimal.

Pentingnya budaya atau kultur dalam upaya perbaikan kinerja suatu komunitas atau institusi memang sudah merupakan sebuah aksioma. Kalangan Antropologi mengenal dan mengembangkan sebuah teori yang disebut dengan “ Cultural deterministic”- Budaya sebagai faktor penentu. Berdasarkan teori tersebut, maju mundur dan berkembang tidaknya suatu komunitas atau institusi akan sangat ditentukan oleh keadaan budayanya. Yang kita pahami saat ini budaya adalah semua hasil pemikiran, nilai, harapan , cita-cita, perilaku dan hasil karya manusia yang berkembang dan dalam suatu masyarakat yang diyakini dapat mengantarkan pada kebutuhan dan tujuannya.

Idealnya, budaya sekolah adalah budaya yang menunjukkan pada sikap yang mencintai ilmu, semangat belajar, etos kerja keras, gemar membaca, budaya apresiasi, memlihara lingkungan yang tertib, bersih, saling menghargai dan cinta prestasi. Dalam sudut pandang pedagogis budaya sekolah yang tumbuh dan berkembang serta menjadi spirit bagi lingkungannya merupakan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) disamping kurikulum yang tampak atau formal.

Pengamatan dan pengalaman penulis sebagai praktisi pendidikan, dilapangan justru budaya sekolah sebagai kurikulum tersembunyi inilah yang sangat berpengaruh dan berkesan terhadap pembentukkan kebiasaan (habbit) siswa yang lambat laun akan menjadi karakter melalui proses belajar nilai-nilai dan norma yang tumbuh dilingkungan sekolah tersebut sering dikenal dengan proses internalisasi dan Enkulturasi.

Kinerja sekolah yang sekiranya tumbuh dan berkembang optimal sebagai akibat dari budaya sekolah yang unggul diantarnya adalah suasana sekolah yang tertib, bersih, disiplin, aktif, dinamis, kompentitif sehat, kreatif, apresiatif dan prestatif. Janganlah terlalu berharap banyak lahirnya kinerja dan prestasi optimal jika tidak terlebuh dahulu dibangun kultur atau budaya sekolah yang kondusif dan unggul.

Sebagai ilustrasi kemajuan bangsa Jepang adalah bukti yang ditunjukkan oleh keunggulan kebudayaannya. Orang Jepang sangat terkenal gemar membaca, kerja keras, disiplin, kerjasama dan kebersihannya. Dengan kultur seperti itu bangsa Jepang mampu unjuk gigi sebagai Negara maju dan industri yang diperhitungkan dunia.

Membangun budaya unggul perlu kesadaran, keamanaan, komitmen, dan kerjasama semua pihak terutama faktor kepemimpinan. Kepemimpinan yang effektif secara signifikan mampu memberikan kontribusi yang sangat dominan bagi terciptanya iklim dan budaya sekolah yang unggul dan kondusif berdasarkan hasil sebuah pendidikan, faktor kepemimpinan berkontribusi sekitar 68% bagi tercapainya kinerja sekolah yang optimal. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Kepala Sekolah sangat vital, dominant, dan strategis dalam upaya peningkatan kinerja sekolah begitu pula dalam upaya penciptaan prakondisinya yang berupa budaya sekolah. Sikap pemimpin yang sekiranya mampu melahirkan budaya unggul disekolah diantaranya adalah keterbukaan, penghargaan partisipasi, motivator, teladan, disiplin, toleransi, kreatif, hangat, rendah hati, sederhana, antusiasisme dan proaktif.

Departemen Pendidikan Nasional melalui berbagai kebijakan unggulannya sangat terobsesi untuk meningkatkan mutu pendidikan Bangsa Indonesia yang jauh tertinggal oleh Negara-negara jiran sekalipun. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kecakapan Hidup (Life Skill), Wajib Belajar, Profesionalisme Guru dan lain-lain. Merupakan diantara beberapa kebijakan strategis dalam upaya perbaikan kinerja pendidikan secara umum. Berbagai kebijakan tersebut hanyalah tinggal kebijakan hampa dan retoris saja jika tidak diresponoleh sekolah sebagai satuan komitmen social pendidikan terkecil. Dan ujung-ujungnya kembali lagi kepada sikap mental pelaku dan pelaksana pendidikan yang tercermin dalam budaya sekolah di lingkungannya. Oleh karena itu jangan anggap enteng dengan budaya sekolah. Mari kita kembangkan budaya bangsa yang tercermin dalam budaya sekolah yang kondusif bagi upaya peningkatan kwalitas anak bangsa yang cerdas, kreatif, mandiri, kompetitif, prestatif, beradab dan bermartabat ditengah-tengah kehidupan bangsa-bangsa lain didunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar